Selasa, 30 Oktober 2007

Sastra

Kejora Impian

Oleh ; Afdilla Nisa Faisal

Malam yang temaram, 2006 (kamar kosku).

Kesedihan itu takkan abadi, sebagaimana kebahagiaan yang tak lestari. Kueja kata demi kata di lembaran "La Tahzan"nya 'Aidh al Qarni. Dalam dan penuh makna. Mengalirkan kekuatan kesetiap inchi pembuluh darah. Mengapa duka di masa silam begitu sulit ditepis? Ia menjadi bayang-bayang dalam temaram. Episode demi episode hidup yang telah terlewati mengajarkanku tentang sebuah lakon yang harus kuberi arti, karena jutaan tahmid pun tak cukup untuk samudera anugerahNya yang tak bertepi. Ya.. setidaknya aku semakin yakin bahwa di alam fana ini tiada yang bernama keabadian. Ku tatap seonggok tubuh ini di depan cermin. Ah, tegar itu indah, Honey! Dan jangan biarkan impianmu tersia. Slide-slide masa lalu kembali berseliweran , sementara kelopak mata masih enggan terpejam.

***

SMU Islam El Fata, 2002.

Teettt…teeettt. Bel panjang memekik, memenuhi seantero area El Fata. Tanpa komando, segerombolan remaja berseragam putih abu-abu bergegas menuju ruang kelas masing-masing. Wajah-wajah penuh semangat. Merekalah aset bangsa yang tak ternilai.

"Silvi, sebentar! Bapak mau bicara", langkahku terhenti. Pak Priyanto wali kelas bergegas ke arahku.

"Ya Pak", aku menatap wajah yang penuh wibawa itu.

"Begini, hari ini ada anak baru yang mau masuk dan di tempatkan di kelas III A, dia pindahan dari Ponpes Modern Al Qalam. Nah, kamu bantu dia dalam belajar dan adaptasi dengan kondisi sekolah kita, okey"!, Pak Pri meyakinkanku.

"Beres Pak, saya bantu semampunya. Yang pasti materi pelajaran kan Pak?", aku bingung juga kalau disuruh jadi pengasuh.

"Intinya mainkan peranmu sebagai ketua kelas dan siswa berprestasi di sini, Bapak ada pertemuan dengan Kanwil jam sebelas siang ini. O, iya kamu masuk kelas sana, Bu Harahap dari tadi sudah melirik keluar beberapa kali".

"Siap Pak, saya akan laksanakan. Saya masuk dulu ya Pak. Assalamu'alaikum", aku bergegas masuk kelas . Eh, anak baru itu perempuan atau laki-laki sich?Aku lupa nanya Pak Priyanto..

"Sekarang, coba Silvi. Kamu kerjakan soal nomor sembilan", aku ternganga, penggaris Bu Harahap sudah mengarah ke arahku. Tapi aku baru datang. Emang guru yang satu ini super keren, selain otaknya yang tokcer, logat bataknya itu yang nggak nguatin.

"Sil, ayo maju. Kita takut disuruh maju nih, belom paham", Naila yang duduk tepat di belakangku berbisik pelan.

"Aku juga belom ngerti, dari pada malu-maluin, mendingan…

"Kenapa kamu? Bintang pelajar harus bisa, kalau nggak bisa berarti prestasinya diragukan", Bu Harahap menatapku tajam. Aku tertunduk sejenak.

"Maaf Bu, tadi saya dipanggil Pak Priyanto, jadi masuknya telat dan nggak ngikutin materi dari awal. Intinya belom paham Bu", kujawab sesopan mungkin.

"Iyaa Bu, kasian Silvi", teman-temanku pun urun suara.

"Saya tidak peduli. Tadi saya sudah jelaskan panjang lebar, kalian sekarang harus kerjain latihan nomor satu sampai lima puluh".

"Haaa, nggak kuat Bu", anak-anak berteriak serentak. Belum sempat Bu Harahap melanjutkan ultimatumnya, Pak Priyanto muncul di depan pintu, diikuti seseorang lelaki berpostur tinggi. Bu Harahap langsung menyingkir, kebetulan bel pergantian jam pelajaran berdenging.

"Anak-anak, mulai hari ini kalian punya teman baru. Namanya Faiz Fadhlurrahman, pindahan dari Ponpes Al Qalam. Silvi sebagai ketua kelas ini Bapak harapkan bisa membantu teman baru kita. Nah, Faiz mereka teman-teman barumu, ini kelas terbaik lho, kamu boleh duduk di kursi yang masih kosong. Bapak pamit dulu", Pak Priyanto berlalu, meninggalkan maskhluk asing yang masih mematung.

"Assalamu'alaikum", terdengan suaranya lirih. Tiga puluh pasang mata di kelas ini tertuju padanya. Lagi-lagi ia menunduk.

"Sil, kaya'nya cowok-cowok di kelas ini bakal kalah saing nih".

"Silvi, aku bantuin kamu deh ngurusin si Faiz", aku geli mendengar komentar teman –temen putri. Ih, gak bisa liat makhluk cakep dikit aja.

***

Aku heran, mengapa ada makhluk seaneh itu di dunia. Cool, calm dan kadang serem. Ini adalah kesan pertamaku untuk makhluk yang bernama Faiz itu. Kadang kutemukan seraut gundah di wajahnya, ia seperti menyimpan luka. Mungkin. Tapi satu yang kuhargai darinya, ia tak pernah menatap mataku kalau aku sedang membantunya menjelaskan pelajarannya yang tertinggal. Datar dan tanpa ekspresi. Teman-teman putri yang sempat menaruh harapan, mundur teratur. Terlalu serem, kata mereka. Tapi..aku nggak tega menyia-nyiakan kepercayaaan Pak Priyanto, beliau sangat berharap Faiz menjadi "seseorang" di sekolah ini. Aku coba memahaminya, ikhlas membantu kesulitannya, kadang aku bingung kenapa aku betah ya?

"Kamu nggak usah terlalu repot membantu aku, semua nggak harus dipaksain kok. Biarin aja semuanya mengalir seperti air, kamu harus belajar tekun, bintang kelas", ia mulai berani berargumen.

"Nggak usah khawatir, lagian emang tugasku kok sebagai ketua kelas disini. Lagian kamu kan ketinggalan pelajaran lumayan banyak", aku bertutur hati-hati. Ia sekilas melirikku, kemudian kembali menekuni buku Kimia, dan aku kembali menjelaskan materi-materi yang lalu.

Tak terasa sudah dua bulan Faiz menjadi bagian dari keluarga III A. Dia sudah mulai menguasai materi dan beradaptasi dengan kondisi disini walaupun cool dan calm masih disandangnya. Aku senang Faiz mulai semangat.

"Silvi…"!, aku tertegun. Pagi ini Faiz datang lebih cepat. Tak biasanya ia menyapaku.

"Iya, ada apa", aku to the point.

"Aku mau ngasih sesuatu ", ia terlihat hati-hati sekali. Naila yang selalu langganan duduk di belakangku mulai mendehem-dehem. Ia langsung menaruh sebuah amplop putih di mejaku.

"Bacanya di rumah aja ya", ia pun berlalu. Aku semakin heran.

Assalamu'alaikum wr wb.

Makasih banget, bintang kelas. Kamu udah ngajrin aku banyak hal. Aku berterima kasih untuk semangatmu. Mungkin selama ini kamu kesal ama prilaku dan sikapku. Bukan berarti aku nggak tau terima kasih. Tapi ini adalah saat tersulit dalam perjalanan hidupku. Aku pindah dari Al Qalam setelah kedua orang tuaku meninggal karena kecelakaan kereta api lima bulan yang lalu. Aku kehilangan arah, nggak tau kemana harus melangkah. Aku nggak kepikiran lagi untuk sekolah walaupun di Al Qalam aku termasuk santri berprestasi. Aku vakum lima bulan, sampai Om Priyanto (beliau adik Papaku) membujuk untuk pindah ke sekolah ini.

Mungkin kalian berfikir aku punya kelaianan jiwa, tapi jujur, aku masih butuh teman-teman, yang membantuku menemukan semangat hidup yang sempat terkubur. Sekali lagi thank's so much ya, semoga kamu gak kapok berteman denganku.

Wassalam

Faiz

Lama aku tertegun, bibirku terkunci rapat. Kaget, sedih dan terharu tak mampu kusembunyikan. Ya Tuhan, betapa beruntungnya aku dibanding dia. Silvia Maharani yang enerjik, pintar, dan masih bisa menikmati cinta orang tua. Kubiarkan kristal bening bergelayutan di bola mataku. Pemilik wajah teduh itu pun hadir dalam bayangan, entah kenapa malam ini terasa begitu syahdu. Perlahan kurasakan getaran lembut menyusup ke relung kalbu. Tuhan, pelihara hambaMu.

***

"Anak-anak, sebentar lagi kalian ujian akhir, tolong dipersiapkan seoptimal mungkin, ini menentukan masa depan pendidikan kalian. Pacu semangat dan bulatkan tekad untuk menjadi yang terbaik", wejangan dari Pak Priyanto hari ini terasa lain, ujian akhir artinya adalah detik-detik terakhir kami di sekolah ini. Mataku berpendar ke seluruh ruang kelas, seutas kenangan tersemat disini. Deg, reflek kutertunduk saat tatapanku bertemu dengan sepasang mata yang membuat jantungku berdegup kencang. Astaghfirullah!!!.

Hari-hari study hard. Begitu kami menyebutnya. Saat mempertaruhkan masa depan semakin dekat. Aku harus mempertahankan predikatku sebagai bintang pelajar dan yang pasti mempertahankan nama baik El Fata ini. Kami belajar bersama, saling mengisi dan menyemangati. Aku berjuang menetralisir desiran-desiran halus di hatiku. Biarlah rasa bersemayam dan setia menunggu hingga saatnya tiba. Aku takkan mengorbankan asa yang telah kusemai.

***

Sepuluh hari lagi genderang perang kan di tabuh, El Fata harus membuktikan ketangguhannya.

"Silvi, kamu sukses! Terima kasih karena kamu sudah membantu Faiz, ia sudah menemukan kembali semangatnya. O,ya dia sering cerita ke Bapak lho tentang kamu", Pak Priyanto sukses membuatku wajahku merah. Ingin kutenggelamkan wajah ini agar rasa yang sulit kutepis hilang tak berbekas.

"Bintang kelas, do'ain aku yach", Faiz terlihat lebih fresh.

"Good luck, doa'in aku juga okey!".

"Siip, Bu guru", seulas senyum tersungging di bibirnya.

***

Terbukti sudah, kesuksesan harus diawali dengan kesungguhan. Tahun ini El Fata kembali mengepakkan sayap dengan predikat sekolah teladan tingkat nasional. Alhamdulillah.

Kuayunkan langkah dengan haru, mungkin setelah hari aku nggak pernah lagi menginjakkan kaki di tempat penuh memori ini. Kuhela napas dalam-dalam. Dari gerbang kulihat halaman depan sudah penuh oleh siswa kelas III.

Hening. Semua tertunduk. Ada apa ya?.

"Anak-anak, siswa kelas III yang Bapak sayangi, terima kasih karena kalian telah berjuang untuk sekolah kita. Kalian semua adalah siswa kebanggaan, semuanya bagus. Tapi anugerah pelajar berprestasi hanya untuk dua teratas. Silvia Maharani dan …almarhum Faiz Fadhlurrahman", Bapak kepala sekolah tiba-tiba tersedu.

Almarhum?. Aku masih mematung, tak satupun yang kumengerti. Serentak teman-teman sekelas memelukku. Naila mendekapku erat, yang lain menangis.

"Ada apa ini? Faiz mana? Kalian kok nangis?", bibirku bergetar.

"Sil…Silvi..kamu harus relain teman kita pergi ya.. Faiz semalam ditabrak truk, ia sudah menghadapNya".

Aku tak bisa mendengar apa-apa lagi. Semuanya pekat. Hitam.

***

Assalamu'alaikum wr wb.

Menemui seorang penyemangat

Semoga Tuhan selalu menaungimu dengan cintaNya

Aku nulis surat ini ketika Om Priyanto dapat berita bahwa kamu kembali jadi BINTANG. Aku turut bahagia Sil, juga senang bisa nemenin kamu tampil ke depan karena aku peringkat ke dua (he he). Aku gak tau kenapa tangan ini pengen nulis sesuatu buat kamu (kaya' nggak akan ketemu lagi yaa? Ya..siapa tahu Tuhan berkehendak lain malam ini). Sil,aku mau bilang sesuatu, tapi kamu jangan marah ya..aku nggak tau kenapa rasa ini perlahan muncul, aku berusaha menepisnya, tapi selalu gagal.Aku sayang kamu,Sil. Namun aku selalu ingat bahwa rasa ini nggak boleh dibiarkan bersemi hingga saatnya tiba, ya setelah kital menggapai kejora impian di pucuk langit, yang jelas aku bersyukur dipertemukan dengan Silvia,Good Luck ya. May Allah Bless Us

Faiz

Ini adalah kenangan terakhir yang kusulam bersamanya. Tak mudah kutepis kepedihan ini, hingga tersadar bahwa hidup harus kuberi arti. Kejora impian masih setia disana . Semoga Allah merahmatimu, Sobat.

***

Sesaat sebelum mata terpejam, kos-kosanku kian lengang

Empat tahun silam kisah itu kulakoni, episode yang mengajarkanku tentang sebuah keniscayaan. Gelak tawa dan air mata tak pernah kering dari alam fana ini. Episode cinta kadang hadir bersama cita. Namun, perjalanan ini kan berakhir di kampung keabadian, meraih kejora impian yang paling benderang. Ya..meraih surgaNya.

2 Komentar:

Pada 12 Desember 2007 pukul 20.42 , Blogger Mc Attack mengatakan...

ini cerpen yang di LMCI - KMM itu ya?

 
Pada 22 Januari 2008 pukul 00.51 , Blogger beny mengatakan...

AKU BUKANLAH PENYAIR, AKU HANYALAH SESEORANG- YG SEDANG-MENCARI BENTUK, WUJUD ASLINYA SENDIRI


www.duniasastra.com


Dikeheningan malam aku telah berjalan , menyusuri lorong-lorong kotorku dan ruhku juga telah memasuki rumah-rumah kalian . Detak-detak jantung kalian juga berdegup didadaku , dan nafas-nafasmu menghembus pula di hidungku.

Dan aku bukanlah seorang penyair aku hanya sekedar mengucapkan rangkaian kata tentang sesuatu yang sebenarnya kalian sendiri telah tahu didasar alam pikirmu.

Diantara kalian ada yang menyebutku angkuh , hanya mementingkan kegemaranku menyepi dan mengatakan kepadaku : " Ia berbicara dengan tetumbuhan dan para satwa ,bukan dengan kita manusia . Seorang diri ia duduk dipuncak-puncak perbukitan memandang rendah pada kota dan kehidupan". Sebagian yang lain diantara kalian berbicara kepadaku meski tanpa kata-kata : " Ia orang yang aneh , orang ganjil , pencinta keluhuran yang tak teraih, untuk apa bermukim dipuncak-puncak gunung tempat elang bersarang, dan mengapa pula mencari sesuatu yang wujudnya belum pasti ?"..."Angin apa yang hendak kau tangkap dalam jala-mu . Burung ajaib manakah yang ingin kau jaring dilangit biru ?!...Kemarilah engkau bersatu dengan kami , turunlah bersama kita akan berbagi roti , dan lepaskan hausmu dengan anggur-anggurku !"

Memang aku telah mendaki "puncak-puncak perbukitan" dan sering pula aku mengembara dalam "kesunyian " hutan.tapi aku juga akan tetap dapat mengamati kalian tanpa perlu "turun" dari puncak pegunungan.

Kesunyian jiwa telah menyebabkan mereka melontarkan kata-kata itu, namun apabila kesunyian itu mendalam lagi, maka mereka akan dapat mengerti, bahwa apa yang aku cari adalah rahasia terdalam jiwa manusia ,dan yang aku buru adalah sukma agung manusia yg menjelajah kesegala penjuru semesta.

Dan Kesunyian itulah yang menuntunku melangkah menuju "lorong penderitaan" sekaligus teman keagungan spiritual.....

Aku orang yang percaya sekaligus peragu, betapa seringnya jariku menekan lukaku sendiri sekedar untuk menghayati nilai kebenaran . Dan keyakinanku berkata manusia itu tak terkurung dalam raga dan jasad yang merangkak mencari kehangatan matahari, bukan pula penggali terowongan untuk mencari perlindungan, melainkan ruh yang merdeka-jiwa yang meliputi cakrawala dunia . Jika kata-kataku memasuki samar, kalian tak perlu gusar karena asal mula segala sesuatu adalah samar , meskipun akan jelas pada akhirnya.

Sebab apakah pengetahuan itu jika bukan bayangan dan pengetahuan yang terpendam bisu. Pikiran kalian dan jalinan kata-kataku, digetarkan oleh gelombang yang satu ,terekam dan terpatri diantara hari-hari dan masa silam yang telah berlalu , sejak bumi belum mengenal dirinya sendiri dan kegelapan belum terkurung oleh pekatnya malam .

Pahamilah kata-kata orang bijak dan laksanakan dalam kehidupanmu sendiri . Hidupkanlah kata-kata itu , tetapi jangan pernah memamerkan perbuatan -pebuatan itu dengan menceritakannya, karena dia yang mengucapkan apa yang tidak dia pahami , tidak lebih baik dari seekor keledai yg mengangkat buku-buku.

Jangan pernah menyesal karena kalian 'buta' dan jangan pernah merasa kecewa karena kalian 'tuli', sebab dipagi ini fajar pemahamanmu telah merekah untuk kalian didalam mencari rahasia kehidupan . Dan kalian akan mensyukuri segala gulita- sebagaimana kalian mensyukuri terang cahaya.

Dan segala yang "tak berbentuk" selalu berusaha mencari "bentuknya", seperti berjuta-juta bintang yang menjelma menjadi matahari...

Dan kulihat.......Kehidupan itu bersifat dalam , tinggi dan jauh , hanya wawasan luas dan bebas yang dapat menyentuh kakinya , meski sebenarnya ia dekat !.

Banyak sudah orang bijak yang telah mendatangi kalian untuk mengajarkan hikmat dan pengetahuan . Dan aku datang untuk mengambil hikmat itu dan lihatlah kutemukan sesuatu yang tak ternilai didasar hati, laksana air pancuran yang melegakan jiwa.

Setiap kali aku datang ke air pancuran itu , dikala dahaga hendak membasahi kerongkongan , aku dapatkan air itu sendiri tengah kehausan -dia meminumku selagi aku meminumnya !

Hartono Beny Hidayat Elaboration with KG

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda